Selasa, 24 Oktober 2017


Raja News - Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan mengaku, pada tahun ini telah memutus dua Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP) yang bekerjasama sebagai provider mereka. Namun sayangnya, BPJS Kesehatan enggan membeberkan identitas dari kedua FKTP tersebut, kendati informasi itu akan sangat berguna bagi masyarakat.

Kepala BPJS Kesehatan Cabang Medan, Ari Dwi Aryani mengatakan, penghentian kerjasama pada kedua FKTP itu dilakukan setelah BPJS Kesehatan melakukan supervisi ke sejumlah fasilitas kesehatan (faskes). Ternyata dalam supervisi itu BPJS tidak menemukan adanya dokter yang berada ditempat, selain peralatan kesehatan seperti untuk pelayanan gigi juga tidak tersedia. "Memang kita konsennya ke fasilitas kesehatan. Untuk itu kita berharap mereka bisa memberikan pelayanan yang bagus," sebutnya, beberapa waktu lalu.

Untuk itu, Ari mengimbau agar provider yang sudah bekerjasama dengan BPJS Kesehatan supaya bisa mematuhi kerjasama yang sebelumnya sudah tertuang di dalam kontrak. Hal ini, agar kualitas layanan yang baik dapat diberikan kepada peserta. "Kami mengucapkan terimakasih kepada seluruh fasilitas kesehatan, termasuk dokter, perawat dan seluruh tenaga medis yang sudah melaksanakan pekerjaannya dengan baik," tuturnya.

Ari juga mengingatkan kepada masyarakat, apabila menemukan pelayanan yang tidak sesuai ketika berobat di faskes, seperti disuruh membayar iuran perobatan, atau disuruh membeli obat, untuk melaporkannya ke BPJS Kesehatan. Ari berjanji, dengan laporan itu pihaknya akan mengkomunikasikannya ke faskes yang bersangkutan. "Tapi kita sama-sama, supaya ke depan bisa meningkatkan kualitas layanan kepada masyarakat. Jadi mutu layanan harus ditingkatkan, baik mutu layanan medis atau administrasi di faskes," tandasnya.

Menanggapi isu ini, Komisioner Komisi Informasi Provinsi Sumatera Utara (Sumut) Robinson mengaku sangat menyayangkan sikap yang diambil oleh BPJS Kesehatan. Sebagai lembaga publik, menurut dia, BPJS Kesehatan harusnya terbuka, terhadap hal-hal yang berkaitan dengan kepentingan publik. "Kita sangat-sangat menyayangkan ketidakterbukaan itu. Sebagai layanan publik yang menggunakan dana dari masyarakat, BPJS Kesehatan harus memberikan layanan yang maksimal termasuk keterbukaan pada publik," ungkapnya kepada wartawan, Selasa (24/10/2017).

Robinson menilai, dalam Undang Undang keterbukaan publik, semua bentuk pelayanan harus diberitahukan kepada masyarakat. Apalagi, sebut dia, yang berhubungan dengan penghentian kerjasama, seperti yang sudah dilakukan oleh BPJS Kesehatan pada dua klinik provider mereka. "Jadi kalau ada kebijakan apalagi penghentian hubungan, itu harus segera di informasikan," tegasnya.

Karena, jelas Robinson, hal itu akan menjadi wadah introspeksi diri. Sehingga menjadi cambuk bagi provider lain, selain juga akan meningkatkan peran serta masyarakat dalam melaporkan temuan pelanggaran dalam Fasilitas Kesehatan. "Secara logika, provider yang diputus tentu karena ada kesalahan. Jadi harus dibuka. Hal ini kan bisa memperbaiki diri, jadi akan berlomba untuk yang baik," jelasnya.

Selain itu, Robinson menambahkan, bentuk informasi yang paling efektif adalah mengumumkan di media massa. Apalagi, dalam publikasi, lembaga publik memiliki anggaran untuk melakukan publikasi. "Itu adalah sebuah bentuk pelayanan. Kalau BPJS Kesehatan tidak terbuka, itu tandanya mereka belum memahami tentang pelayanan publik yang baik," pungkasnya.

0 komentar:

Posting Komentar