Raja News - Ribuan Surat Izin Mengemudi (SIM) bekas yang disita Polda Sumut (Poldasu) dari sebuah rumah kontrakan di Jalan Setia Luhur, Gang Arjuna, Lingkungan VI, Kelurahan Dwikora, Kecamatan Helvetia, Jumat (29/09/2017) malam kemarin.
Di dalam rumah kontrakan tersebut, polisi mengamankan 3 pelaku, yakni Herman Pohan (34) dan Irwansyah (33), keduanya berperan sebagai pencetak SIM palsu. Lalu, anggota Polda Sumut yang bertugas di Yanma, Bripka Ridha Fahami (35), berperan sebagai pencari pemesan SIM.
Untuk diketahui, Herman sendiri pernah menjadi pekerja harian lepas di Satlantas Polrestabes Medan tahun 2016 lalu. Direktur Ditreskrimum Polda Sumut, Kombes Nurfallah menjelaskan, bisnis pembuatan SIM palsu yang sudah berjalan selama empat bulan dengan keuntungan Rp900 juta lebih didasari karena peminat yang cukup tinggi. Sebab, selain dibekingi oknum polisi, banyak masyarakat yang tidak ingin direpotkan saat pembuatan SIM.
"Orang kan pengen cepat saja. Apalagi orang berduit. Malas nunggu lama-lama. Kalau bisa cepat dan bayar, ngapain nunggu antrean, kan gitu pola pikirnya," terang Nurfallah kepada wartawan, Sabtu (30/09/2017).
Belum lagi, para pelaku menetapkan tarif bervariatif untuk harga selembar SIM. Selembar SIM C misalnya dijual senilai Rp450 ribu, SIM A Rp500 ribu dan SIM B1 Rp600 ribu dan SIM B2 Rp650 ribu. Dan oknum polisi bernama Ridha Fahmi mendapat jatah Rp 50 ribu perlembar SIM yang terjual. "Mereka mencari orang-orang yang butuh SIM. Alasannya karena bikinnya nembak, jadi pesanannya per sepuluh lembar," timpal Kasubdit III/Jatanras Ditreskrimum Poldasu AKBP Faisal Napitupulu.
Belum lagi, kata Nurfallah, tidak semua polisi lalu lintas di jalanan bisa membedakan mana SIM asli mana yang palsu. Karena SIM palsu yang dicetak para tersangka tersebut tampak seperti asli. Sulit membedakannya.
Ketiga tersangka, sambung Nurfallah, akan dikenakan pasal 263 KUHP terkait pemalsuan dokumen negara dan penggunaan surat-surat palsu. Sementara pembelinya juga bisa dikenakan pasal 266 karena menggunakan dokumen palsu atau surat palsu. "Namun karena korbannya kooperatif dan dia adalah korban, jadi tidak kita kenakan pasal," pungkas Nurfallah.
Di dalam rumah kontrakan tersebut, polisi mengamankan 3 pelaku, yakni Herman Pohan (34) dan Irwansyah (33), keduanya berperan sebagai pencetak SIM palsu. Lalu, anggota Polda Sumut yang bertugas di Yanma, Bripka Ridha Fahami (35), berperan sebagai pencari pemesan SIM.
Untuk diketahui, Herman sendiri pernah menjadi pekerja harian lepas di Satlantas Polrestabes Medan tahun 2016 lalu. Direktur Ditreskrimum Polda Sumut, Kombes Nurfallah menjelaskan, bisnis pembuatan SIM palsu yang sudah berjalan selama empat bulan dengan keuntungan Rp900 juta lebih didasari karena peminat yang cukup tinggi. Sebab, selain dibekingi oknum polisi, banyak masyarakat yang tidak ingin direpotkan saat pembuatan SIM.
"Orang kan pengen cepat saja. Apalagi orang berduit. Malas nunggu lama-lama. Kalau bisa cepat dan bayar, ngapain nunggu antrean, kan gitu pola pikirnya," terang Nurfallah kepada wartawan, Sabtu (30/09/2017).
Belum lagi, para pelaku menetapkan tarif bervariatif untuk harga selembar SIM. Selembar SIM C misalnya dijual senilai Rp450 ribu, SIM A Rp500 ribu dan SIM B1 Rp600 ribu dan SIM B2 Rp650 ribu. Dan oknum polisi bernama Ridha Fahmi mendapat jatah Rp 50 ribu perlembar SIM yang terjual. "Mereka mencari orang-orang yang butuh SIM. Alasannya karena bikinnya nembak, jadi pesanannya per sepuluh lembar," timpal Kasubdit III/Jatanras Ditreskrimum Poldasu AKBP Faisal Napitupulu.
Belum lagi, kata Nurfallah, tidak semua polisi lalu lintas di jalanan bisa membedakan mana SIM asli mana yang palsu. Karena SIM palsu yang dicetak para tersangka tersebut tampak seperti asli. Sulit membedakannya.
Ketiga tersangka, sambung Nurfallah, akan dikenakan pasal 263 KUHP terkait pemalsuan dokumen negara dan penggunaan surat-surat palsu. Sementara pembelinya juga bisa dikenakan pasal 266 karena menggunakan dokumen palsu atau surat palsu. "Namun karena korbannya kooperatif dan dia adalah korban, jadi tidak kita kenakan pasal," pungkas Nurfallah.
0 komentar:
Posting Komentar